Karpetdunia.com – Pernahkah Anda berjalan di atas karpet yang lembut dan tebal? Atau temukan karpet yang mewah dan elegan? Anda harus bertanya pada diri sendiri berapa lama untuk melakukan permadani dengan tangan. Karpet Persia, yang sekarang lebih dikenal sebagai Iran, memiliki reputasi dunia dan bahkan, menurut “The New York Times”, adalah salah satu kapal paling rumit dan intensif di dunia. Ini karena permadani adalah bagian penting dari budaya Iran. Namun, karpet Persia yang indah dan terperinci ini dalam bahaya kepunahan karena prosesnya memakan waktu bertahun-tahun dan sulit untuk mengikuti tren pasar dunia. Biaya pengeluaran yang sangat tinggi tidak berbanding lurus dengan kurangnya permintaan.
Sejarah Karpet Persia
Karpet Persia melalui sejarah yang sangat panjang, berkisar lebih dari 2.500 tahun yang lalu. Maka dari itu, keterampilan dan kreativitas dari orang-orang Iran bisa dibilang sudah mencapai tingkat kesempurnaan yang luar biasa karena keterampilan ini sudah diwariskan secara turun-temurun selama berabad-abad dan hal ini menjadikan seni tenun karpet Persia sebagai rahasia keluarga yang dijaga ketat.
Sebelum menyusuri lebih jauh mengenai sejarah karpet Persia, barang yang pada masa kini digunakan sebagai penutup lantai dan lebih difokuskan untuk keindahan ruang ini dulunya digunakan untuk melindungi suku nomaden Persia dari dingin dan udara lembab. Namun seiring dengan berjalannya waktu, keindahan karpet yang semakin meningkat karena keterampilan pembuatnya yang selalu diasah ini menarik raja dan bangsawan sebagai tanda kekayaan, prestise, dan tanda kehormatan.
Baca juga : Kisah Lengkap Dari Dunia Karpet
Diantara banyak suku di Iran yang membuat karpet, jenis karpet Iran terotentik datang dari tenun suku Qashqa. Proses pembuatan karpet dimulai dari mencukur bulu domba, mengumpulkan bulu domba, bulu domba/wol itu kemudian dibersihkan dan dipintal menjadi benang. Kualitas benang wol tergantung pada jenis domba yang digunakan, iklim tempat penggembalaan domba, kondisi padang rumput sebagai makanan utama domba, dan waktu pencukuran. Benang-benang tersebut kemudian diwarnai dengan cara merebus benang dengan pewarna alami dari tanaman dan serangga; seperti daun anggur, chamomile, kulit delima, nila dan cochineal. Setelah kering, baru benang-benang yang sudah melalui proses pewarnaan ditenun untuk menjadi sebuah permadani.
Menenun pun bukannya hal mudah. Para penenun membutuhkan waktu dari hitungan bulan sampai tahun untuk membuat satu buah permadani, tergantung pada ukuran dan kualitas. Menghabiskan waktu yang lama dalam keadaan membungkuk tentu saja membutuhkan tenaga yang luar biasa besar untuk para penenun, oleh sebab itu permadani tidak hanya sebuah objek semata namun sering kali menyampaikan karakter dan suasana hati penenun. Seperti pelukis yang mencurahkan hati atau pandangan ke dalam lukisan.